Jika dahulu agama menjadi pusat dari hampir seluruh kehidupan sosial—mengatur hukum, moralitas, bahkan makna hidup—kini posisinya tidak lagi sekuat it
Jika dahulu agama menjadi pusat dari hampir seluruh kehidupan sosial, mengatur hukum, moralitas, bahkan makna hidup—kini posisinya tidak lagi sekuat itu. Dalam dunia modern, keputusan tentang benar dan salah sering kali dibuat tanpa menyebutkan Tuhan. Hukum dibuat oleh parlemen, bukan wahyu. Panduan hidup datang dari filsafat, sains, atau bahkan psikologi populer. Perubahan inilah yang disebut oleh Peter L. Berger sebagai sekularisasi.
Apa Itu Sekularisasi?
Peter L. Berger mendefinisikan sekularisasi secara lugas:
"The process by which sectors of society and culture are removed from the domination of religious institutions and symbols." (p. 125) (Proses di mana sektor masyarakat dan kebudayaan dilepaskan dari dominasi institusi dan simbol keagamaan.)
Dengan kata lain, agama tidak lagi menjadi satu-satunya sumber legitimasi dalam kehidupan sosial. Pendidikan, hukum, dan ekonomi dapat berjalan dengan logikanya sendiri, tanpa referensi pada otoritas spiritual. Proses ini tidak hanya terjadi di tingkat lembaga, tapi juga dalam cara individu memahami dunia.
Dua Wajah Sekularisasi
Berger menjelaskan bahwa sekularisasi berlangsung dalam dua dimensi utama. Dimensi pertama adalah struktural, yaitu pemisahan antara institusi agama dan institusi sosial lainnya. Gereja tidak lagi menentukan arah sistem pendidikan atau mengontrol sistem hukum. Dimensi kedua adalah kesadaran, yakni perubahan cara pandang individu. Dunia tidak lagi dilihat secara otomatis melalui lensa religius; makna tidak selalu harus dijelaskan lewat Tuhan.
Akar Historis: Kapitalisme dan Spesialisasi
Proses sekularisasi tidak terjadi begitu saja. Ia muncul dari perubahan besar dalam sejarah sosial, terutama sejak masyarakat memasuki fase industri. Berger mencatat bahwa kapitalisme industri menjadi salah satu penggerak utama sekularisasi, karena menata ulang relasi manusia dengan dunia secara rasional dan efisien. Semakin dekat seseorang dengan pusat produksi industrial, semakin besar kemungkinan ia mengalami sekularisasi.
Transformasi struktural dalam tubuh agama itu sendiri juga berperan. Lembaga-lembaga keagamaan mengalami spesialisasi dan pemisahan peran. Sakral dan profan semakin berjalan sendiri-sendiri. Otoritas keagamaan tidak lagi melekat pada semua aspek hidup publik, tetapi mulai terbatas pada wilayah privat dan ritus formal.
Tidak Semua Orang Mengalami Sekularisasi dengan Cara yang Sama
Sekularisasi tidak menyebar secara merata. Berger menunjukkan bahwa proses ini sangat dipengaruhi oleh berbagai variabel sosial, seperti jenis kelamin, kelompok usia, lokasi geografis, kelas sosial, afiliasi keagamaan.
"Thus it has been found that the impact of secularization has tended to be stronger on men than on women, on people in the middle age range than on the very young and the old, in the cities than in the country, on classes directly connected with modern industrial production (particularly the working class) than on those of more traditional occupations (such as artisans or small shopkeepers), on Protestants and Jews than on Catholics." (p. 126) (Telah ditemukan bahwa dampak sekularisasi cenderung lebih kuat pada laki-laki daripada perempuan, pada orang dalam rentang usia menengah daripada yang sangat muda dan tua, di kota daripada di pedesaan, pada kelas yang terhubung langsung dengan produksi industri modern [khususnya kelas pekerja] daripada mereka dengan pekerjaan tradisional [seperti pengrajin atau pedagang kecil], pada Protestant dan Yahudi daripada Katholik).
Artinya, ada orang yang hidup sepenuhnya dalam kerangka modern dan sekuler, sementara yang lain tetap menggantungkan hidupnya pada struktur religius tradisional. Dunia modern adalah dunia yang terfragmentasi secara kultural dan spiritual.
Apa yang Terjadi Setelah Agama Kehilangan Monopoli?
Ketika agama tidak lagi memonopoli makna, berbagai sistem kepercayaan lain ikut muncul. Ini menciptakan pluralisme yang belum pernah terjadi sebelumnya. Berger menyebut ini sebagai demonopolisasi tradisi religius.
"Secularization brings about a demonopolization of religious traditions." (p. 156) (Sekularisasi menghasilkan demonopolisasi tradisi religius.)
Agama tidak hilang, tetapi harus bersaing dengan narasi-narasi lain: nasionalisme, humanisme sekuler, kapitalisme, bahkan spiritualitas personal. Keberagamaan menjadi pilihan, bukan warisan yang diterima tanpa pertanyaan. Dan pilihan itu tidak lagi bersifat kolektif: agama menjadi privat, bahkan personal.
Apakah Ini Akhir Agama?
Tidak. Berger justru memperingatkan agar kita tidak menganggap sekularisasi sebagai jalan satu arah menuju “kematian agama”. Ia menyatakan bahwa proses ini bersifat dialektis: dalam beberapa konteks, sekularisasi justru mendorong kebangkitan religiusitas baru.
Berger menegaskan bahwa sekularisasi bukanlah proses yang menghancurkan agama, melainkan proses yang menransformasikan agama dalam konteks sosial modern. Seperti yang ia katakan:
"Even at a point of far-reaching secularization... religion continues to have considerable 'reality' potential." (p. 149) (Bahkan pada titik sekularisasi yang sangat maju... agama tetap memiliki potensi 'realitas' yang signifikan).
Dengan kata lain, agama tidak punah, tetapi berubah. Dunia memang tidak lagi sakral seperti dulu. Namun, manusia tidak berhenti mencari makna. Dan justru dalam dunia yang tak lagi diatur secara total oleh agama, pencarian makna itu bisa menjadi lebih sadar, lebih reflektif, dan lebih otentik.
Penutup: Di Tengah Dunia yang Plural
Gagasan Berger mengajak kita untuk memahami bahwa sekularisasi bukan sekadar kehilangan iman, tapi perubahan struktur realitas sosial. Dunia modern adalah dunia di mana agama tak lagi mengklaim monopoli, dan justru karena itulah, agama harus menemukan kembali relevansi dan kekuatannya.
Artikel berikutnya akan membahas bagaimana pluralisme ini melahirkan krisis legitimasi, ketika tidak ada lagi suara tunggal yang bisa menentukan mana kebenaran yang sah. Bagaimana agama bertahan di tengah kebisingan makna? Kita akan masuk ke persoalan itu dalam seri selanjutnya.
COMMENTS