Pernahkah kita melihat ketidakadilan terjadi di Indonesia? Tentu saja, pernah. Tidak mungkin sebuah Negara di dunia ini hidup dalam keadilan terus menerus tanpa ada masalah ketidakadilan, baik di Indonesia sendiri maupun di negara lain sekalipun.
Pernahkah kita melihat ketidakadilan terjadi di Indonesia? Tentu saja, pernah. Tidak mungkin sebuah Negara di dunia ini hidup dalam keadilan terus menerus tanpa ada masalah ketidakadilan, baik di Indonesia sendiri maupun di negara lain sekalipun.
Apakah hanya Anda saja yang merasakan ketidakadilan tersebut? Tentu saja, tidak. Banyak di luar sana, orang-orang yang memiliki pemikiran yang sama dengan Anda dan menyaksikan betapa tidak adilnya suatu masalah di Negeri ini.
Salah satu contoh ketidakadilan di Indonesia adalah kasus Nenek Artija yang berumur 70 tahun dituduh mencuri empat kayu dan sepuluh batang bambu oleh anaknya sendiri. Padahal, tumbuhan tersebut tumbuh di halamannya sendiri. Ia menangis histeris selama persidangan dan memohon kepada Majelis Hakim untuk membebaskan dirinya. Sang Jaksa menuntut Nenek tersebut dengan Pasal 363 KUHP dengan ancaman 7 (tujuh) tahun penjara (new.okezone.com)
Salah satu contoh ketidakadilan di Indonesia adalah kasus Nenek Artija yang berumur 70 tahun dituduh mencuri empat kayu dan sepuluh batang bambu oleh anaknya sendiri. Padahal, tumbuhan tersebut tumbuh di halamannya sendiri. Ia menangis histeris selama persidangan dan memohon kepada Majelis Hakim untuk membebaskan dirinya. Sang Jaksa menuntut Nenek tersebut dengan Pasal 363 KUHP dengan ancaman 7 (tujuh) tahun penjara (new.okezone.com)
Bagi beberapa orang, peristiwa tersebut sangat "sepele" dan dianggap tidak adil dengan membandingkan kasus tersebut dengan kasus korupsi yang dilakukan oleh Kelas Elit di Indonesia. Hukumannya pun tidak seimbang dengan uang negara yang dicuri.
Dalam Negara Demokrasi seperti Indonesia, petisi menjadi sangat penting mengingat jumlah orang yang menyetujui isi dokumen tersebut dapat mewakili aspirasi masyarakat kita. Namun, hal itu tidak berarti bahwa orang-orang yang menyetujui petisi tersebut mewakili seluruh rakyat Indonesia, karena dalam hal ini, orang-orang yang tidak menyetujui petisi tersebut dikategorikan lebih setuju dengan keputusan kontra-petisi. Intinya, semakin banyak orang menyetujui sebuah petisi, maka semakin kuat aspirasi masyarakat terhadap isi petisi tersebut.
Apa itu "petisi"?
Setelah membaca pendahuluan yang cukup menguras waktu dan tenaga, apakah kawan-kawan tahu apa itu "petisi" sendiri? Jika belum tahu, penulis mengutip pengertian "petisi" dari wikipedia:
Petisi adalah pernyataan yang disampaikan kepada pemerintah untuk meminta agar pemerintah mengambil tindakan terhadap suatu hal.
Definisi yang diberikan oleh wikipedia tidak jauh berbeda dari definisi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online, yang mendefinisikan petisi dengan (surat) permohonan resmi kepada pemerintah.
Intinya, petisi adalah sebuah dokumen yang berisi pernyataan atau permohonan untuk pemerintah agar pemerintah mengambil tindakan sesuai dengan isi pernyataan tersebut.
Karena petisi berhubungan dengan aspirasi masyarakat dan demokrasi, maka jumlah orang atau warga yang menyetujui petisi tersebut menentukan aspirasi masyarakat tersebut. Jika jumlah yang menyetujui sedikit, maka dianggap masyarakat luas tidak menyetujui petisi tersebut sehingga permohonan tersebut tidak akan dipertimbangkan. Sebaliknya, jika seorang Bupati membuat sebuah kebijakan yang menurut warganya bertentangan kemudian warga kabupaten tersebut membuat petisi dan ditandatangani oleh seluruh warga kabupaten tersebut, maka sudah dipastikan dapat dikabulkan. Kenapa? Karena petisi bergantung kepada jumlah orang yang menyetujuinya secara tertulis, biasanya dengan tanda tangan kita.
Di era teknologi seperti sekarang, seseorang yang membuat petisi tidak kesulitan untuk berjalan ke sana ke mari meminta tanda tangan orang-orang yang setuju dengan isi petisi kita. Beberapa orang kreatif mulai membuat sebuah website untuk membuat petisi online. Tujuannya tetap sama, yaitu memohon kepada pemerintah untuk mengambil tindakan sesuai dengan isi petisi tersebut. Salah satu website yang memberikan pelayanan di bidang ini adalah Change.
Change.org, Wadah Aspirasi Masyarakat
Change[dot]org merupakan wadah bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasi mereka terhadap pemerintah. Situs ini akan menembuskan surat petisi kita kepada Presiden Indonesia, Kapolri, Anggota DPR, dan pihak lainnya yang berkaitan dengan petisi yang kita buat. Setiap orang yang menandatangani petisi online kita, maka tandatangan tersebut akan masuk ke email setiap pihak yang bersangkutan. Bayangkan, jika ada 10.000 warga Indonesia yang menandatangai suatu petisi online, maka akan masuk 10.000 email ke pihak yang bersangkutan.
Change.org adalah website milik seorang Amerika, Ben Rattray. Tetapi, untuk mewadahi aspirasi setiap negara, ia membuka kantor perwakilan di setiap negara, salah satunya Indonesia. Oleh sebab itu, kita bisa mengakses situs tersebut dalam Bahasa Indonesia.
Change.org Indonesia diasuh oleh Usman Hamid. Ia menjabat sebagai Direktur Kampanye. Sementara Direktur Komunikasi dipegang oleh Arief Aziz. Kantor perwakilan ini berlokasi di Menteng, Jakarta Pusat. Di negara asalnya, Amerika Serikat, website ini memberikan pengaruh yang luar biasa besar terhadap perubahan sosial dan politik.
Salah satu petisi online di Change.org yang menarik perhatian adalah Kasus Penistaan Agama yang diduga dilakukan oleh Ahok. Beberapa umat Islam yang merasa Kitab Sucinya dihina melakukan demonstrasi di Jakarta dan menyuarakan agar Ahok diproses secara hukum. Setelah perjalanan hukum tersebut berjalan alot, beberapa orang nasionalis justru menyerukan agar Buni Yani, yang memecah transkrip video Ahok tersebut, diproses secara hukum juga.
Petisi ini diberi nama dengan "JALANKAN PROSES HUKUM BUNI YANI, PENGEDIT TRANSKRIP DAN PROVOKATOR" di situs Change.org dan hingga saat ini telah ditandatangani oleh 163.768 masyarakat Indonesia. Target dari tercapainya petisi ini adalah 200.000 orang. Petisi tersebut berisi alasan mengapa Buni Yani harus diproses dan meminta kepada pihak pemerintah terkait untuk memprosesnya. Dalam hal ini ada empat pihak yang mendapatkan tembusan: Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo; Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Tito Karnavian; Polda Metro Jaya; dan Kejaksaan Tinggi.
Selain menandatangani petisi online tersebut, kita juga bisa membagikan petisi tersebut di media sosial kita dan mengajak kawan-kawan kita yang memiliki pemikiran sama untuk menandatanganinya. Selain untuk memperkenalkan petisi online tersebut, hal ini memudahkan kita agar petisi online tersebut tercapai secepat-cepatnya.
Apakah Efektif Berkontribusi terhadap Petisi Online ini?
Tentu saja! Beberapa petisi online yang berhasil dimenangkan adalah Kasus Dwikenegaraan Gloria Natapraja Hamel dan Obat Hepatitis C. Dua kasus tersebut berhasil dimenangkan dan diproses sesuai dengan permohonan dalam petisi.
Pesan dari saya, jangan ragu untuk menyuarakan aspirasi masyarakat Indonesia saat ketidakadilan terjadi. Percayalah, banyak orang di luar sana yang memiliki pemikiran yang sama dengan kita dan ajak mereka untuk menandatangani petisi tersebut.
Anan Bahrul Khoir
Perbandingan Agama 2012
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung
COMMENTS